MERGER DAN AKUISISI BANK

Posted by amroe-iain surabaya | Posted in , | Posted on 11.55

MERGER DAN AKUISISI BANK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Informasi yang tersedia di pasar modal memiliki peranan yang penting untuk mempengaruhi segala macam bentuk transaksi perdagangan di pasar modal tersebut. Hal ini disebabkan karena para pelaku di pasar modal akan melakukan analisis lebih lanjut terhadap setiap pengumuman atau informasi yang masuk ke bursa efek tersebut. Informasi atau pengumuman-pengumuman yang diterbitkan oleh emiten akan mempengaruhi para (calon) investor dalam mengambil keputusan untuk memilih portofolio investasi yang efisien.
Menurut Jogiyanto (2000:351), para pelaku pasar modal akan mengevaluasi setiap pengumuman yang diterbitkan oleh emiten, sehingga hal tersebut akan menyebabkan beberapa perubahan pada transaksi perdagangan saham, misalnya adanya perubahan pada volume perdagangan saham, perubahan pada harga saham, bid/ask spread, proporsi kepemilikan, dan lain-lain. Hal ini mengindikasikan bahwa pengumuman yang masuk ke pasar memiliki kandungan informasi, sehingga direaksi oleh para pelaku di pasar modal. Suatu pengumuman memiliki kandungan informasi jika pada saat transaksi perdagangan terjadi, terdapat perubahan terutama perubahan harga saham.
Tujuan mengadakan investasi adalah untuk memperoleh penghasilan atau kembalian atas investasi. Penghasilan atau kembalian atas investasi tersebut dapat berupa penerimaan kas dan atau kenaikan nilai investasi. Penerimaan kas untuk saham yaitu dalam bentuk deviden kas, sedangkan kenaikan nilai investasi tercermin dalam kenaikan harga saham, yaitu semakin tinggi harga saham berarti semakin meningkat nilai kekayaan pemegang saham. Selain itu, kenaikan nilai investasi juga dapat dilihat dari peningkatan volume perdagangan saham.
Pada dasarnya setiap perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sehingga pengembangan usaha merupakan rencana jangka panjang perusahaan. Pengembangan perusahaan dapat dilakukan dengan cara perluasan usaha (business expansion) yang disebut juga sebagai perluasan secara internal, ataupun perluasan usaha secara eksternal berupa penggabungan usaha (business combination).
Dalam Accounting Principles Board (APB) Opinion No. 16 disebutkan bahwa pengembangan usaha terjadi jika satu badan usaha dengan satu atau lebih badan usaha yang lain melakukan usaha secara bersama-sama dalam satu kesatuan akuntansi. Dalam akuntansi dikenal tiga macam bentuk penggabungan usaha, yaitu konsolidasi, merger, dan akuisisi. Strategi merger dan akuisisi merupakan salah satu alternatif untuk perluasan usaha tersebut. Dengan penggabungan dua perusahaan atau lebih, maka akan menjadi lebih mungkin untuk saling menunjang kegiatan usaha. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh akan lebih besar dibandingkan jika mereka melakukan usaha sendiri-sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah yang telah penulis paparkan maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan, sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan merger dan akuisisi?
2. Macam-macam merger dan akuisisi!
3. Sebab dilakukannya merger dan akuisisi!













BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Merger dan Akuisisi
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia memberikan pengertian atau definisi merger dengan rumusan kalimat yang hampir seragam. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menggunakan istilah “Penggabungan” sebagai pengganti terminologi “Merger”. UUPT memberikan pengertian penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Pengertian penggabungan tersebut kemudian secara khusus dalam disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tanggal 24 Pebruari 1998 mengenai Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, yang bunyi lengkapnya dikutip sebagai berikut:
“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.”
Khusus bagi perseroan terbatas yang bergerak dalamlapangan usaha perbankan, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, istilah yang digunakan adalah merger, dengan pengertian sebagai berikut: “Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu”.
Penggabungan pasar modal sendiri memakai istilah penggabungan usaha, dimana peraturan tentang penggabungan usaha atau peleburan usaha perusahaan public atau emiten yang termaktub dalam keputusan Bapepam Nomor Kep-52/PM/1997 tanggal 26 Desember 1997 memberikan pengertian penggabungan sebagai berikut: “Penggabungan usaha adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri denga perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar”.
Akuisisi berasal dari sebuah kata dalam bahasa Inggris yaitu acquisition yang berarti pengambil alihan. Sedangkan menurut istilah Akuisisi adalah pengambil alihan seluruh atau sebagian besar saham suatu perusahaan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian perusahaan tersebut ke perusahan lain. Perusahaan yang melakukan inisiatif dan memberikan penawaran kepada perusahaan lain dalam usaha merger ataupun akuisisi tersebut disebut “Bidding Firm”. Sedangkan perusahaan yang menerima penawaran merger atau akuisisi dari perusahaan lain disebut sebagai “Target Firm”.
Merger dan akuisisi perusahaan perbankan kembali marak terjadi di Indonesia pada akhir-akhir ini. Sukses merger dari bank papan atas seperti Bank Mandiri, Bank Danamon dan Bank Permata telah merangsang bank-bank pada papan menengah seperti Bank Haga dan Bank Hagakita untuk bergabung dengan pihak bank asing Rabobank. Dan terakhir ini kita melihat adanya minat dari bank-bank kecil menengah (Bank Harta, Bank Mitraniaga, Bank Harmoni) untuk melakukan strategi serupa, sebagaimana diuraikan pada artikel Fahmi Achmad pada Bisnis Indonesia 14 Nopember 2006.
Strategi merger dan akuisisi merupakan salah satu bentuk strategi populer, yang awalnya naik daun pada era tahun 1970an. Proses ini didorong oleh 3 faktor utama:
1. Semakin menyatunya sistem perekonomian regional dan perekonomian dunia.
2. Adanya ekspansi perusahaan-perusahaan MNC ke berbagai negara,
3. Dan berbagai terobosan teknologi informasi dan telekomunikasi setelah tahun 1980 yang memudahkan proses alih informasi dan kapital.
Pada kasus industri perbankan, krisis perekonomian yang terjadi di wilayah ekonomi Asia Timur dan Asia Tenggara pada tahun 1997 telah membawa dampak terjadinya kemelut di industri perbankan di dalam negeri. Cukup banyak lembaga perbankan yang menghadapi permasalahan dan bahkan kemudian kolaps akibat krisis tersebut.
Upaya penyelamatan dari bank-bank yang masih bertahan kemudian tertolong dengan dijalankannya kebijakan “restrukturisasi finansial”dan strategi “merger dan akuisisi”.
Proses merger dan akuisisi di industri perbankan memang memiliki baik dampak yang positip maupun dampak yang negatip, tergantung dari perspektif kita memandangnya. Keberhasilan upaya merger dan akuisisi memerlukan keuletan dan jalan yang cukup berliku bagi berbagai pihak yang ingin sukses menerapkan kebijakan ini.
Merger dan akuisisi berdasarkan aktivitas ekonomik dapat diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu:
1. Merger horisontal.
Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama.
2. Merger vertikal.
Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi.
3. Merger konglomerat.
Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait.
4. Merger ekstensi pasar.
Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-bersama memperluas area pasar.
5. Merger ekstensi produk.
Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau perusahaan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan.

B. Dampak Langsung dan Tidak Langsung
Strategi merger dan akuisisi yang terjadi di industri perbankan dapat memberikan dampak langsung pada perusahaan yang melakukan proses merger. Secara mikroekonomi, penerapan strategi ini ternyata disamping dapat memberikan pengaruh yang positif; dapat juga memberikan rekaman hitam dalam bentuk kekecewaan, konflik dan bahkan kegagalan dari proses itu sendiri. Pada tingkat makro ekonomi, sementara ini strategi merger dan akuisisi belum memberikan dampak positif yang besar.
Rencana merger Bank Niaga & LippoBank tidak mengejutkan kalangan perbankan. Sebab, aksi korporasi itu sudah bisa dibaca pasar sejak lebih setahun lalu ketika Bank Indonesia (BI) memperkenalkan paket kebijakan single presence policy (SPP).
Bank Niaga & LippoBank menjadi anak usaha Khazanah Nasional Berhad Malaysia. Hal yang sama juga terjadi pada Bank Internasional Indonesia (BII) dan Bank Danamon. Sejak awal kalangan perbankan pun menduga-duga kebijakan SPP lahir karena untuk membatasi dominasi bank-bank milik Singapura dan Malaysia yang mulai menggurita di Indonesia.
Namun entah tidak sadar atau memang sengaja, kebijakan SPP ini juga mengenai bank-bank BUMN yang tentu tidak mudah diterapkan karena banyak kepentingan politik dan sosial yang rumit. Pertanyaannya, apakah rencana merger Bank Niaga-LippoBank dan BII-Danamon benar-benar terjadi?.
Tidak hanya itu, apakah gelombang merger akan terjadi seperti nafsu BI terhadap bank-bank yang kurang modal sejalan dengan tujuan Arsitektur Perbankan Indonesia (API)? Ataukah merger hanya enak diomongkan dan sulit direalisasi?
Sejak krisis perbankan tahun 1989, ada tiga peristiwa merger yang paling besar, yaitu merger empat bank BUMN menjadi Bank Mandiri, merger sembilan bank menjadi Bank Danamon, dan merger empat bank menjadi Permata Bank.
Selain itu, ada merger bank yang ukurannya lebih kecil,yaitu yang sekarang menjadi Bank Century atau setelah BI memperkenalkan konsep API tahun 2004. Selebihnya peristiwa merger hanyalah omong besar dari para pemilik bank dan para banker untuk sekadar "menyenangkan" BI.
Prinsip merger yang sering dianut kalangan bisnis antara lain jika dua ditambah dua hasilnya bukan empat, tetapi bisa lima atau enam,bahkan bisa 10, karena merger merupakan sebuah sinergi. Nah, pertanyaannya mengapa bank-bank sulit merger, padahal begitu dahsyat manfaatnya? Bahkan,BI sendiri sudah demikian bernafsunya menekan bank-bank untuk merger, baik lewat kebijakan permodalan maupun SPP.

C. Sebab Merger dan Akuisisi
Banyak sebab mengapa merger sulit dilakukan. Namun berdasarkan catatan Biro Riset InfoBank, ada tiga sebab mengapa merger sulit dilakukan perbankan di Indonesia.
Pertama, perbedaan visi,misi,dan budaya kerja tiap bank, yang tentu membutuhkan waktu penyesuaian. Karena itu sulit sekali terjadi fleksibilitas dalam memadukan kapabilitas, financial, dan infrastruktur. Jadi, merger yang dipaksakan antar bank dengan pemilik yang beragam akan sulit menghasilkan bank yang sehat.
Kedua, konflik kepentingan antarpemilik bank sekaligus ada kebanggaan memiliki bank sehingga timbul rasa gengsi untuk merger. Ada pernyataan, lebih baik menjadi raja di bank kecil dibandingkan menjadi leher di bank besar hasil merger. Jadi, langkah merger dinilai akan menghilangkan pengaruh dan reputasi pemilik bank.
Ketiga, masalah perpajakan yang sangat memberatkan.Tepatnya tidak adanya insentif dalam soal perpajakan dalam rangka merger atau insentif lain seperti kemudahan untuk melakukan ekspansi atau kemudahan dalam membuka cabang. Soal perpajakan inilah yang boleh jadi menjadi sangat urgen diselesaikan karena selama ini masih menjadi tarik-menarik antara BI dan Departemen Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Merger perbankan di Indonesia bukan berita baru. Merger sering dan bahkan teramat sering terjadi antarbank yang sudah dimiliki oleh satu tangan. Plus dimiliki oleh pemerintah seperti Bank Mandiri, Bank Danamon, dan PermataBank (sebelum didivestasi).
Jika kepemilikan sama, akan mudah menghilangkan faktor pertama dan kedua. Sementara jika kepemilikan sama oleh pemerintah, tentu lebih mudah dalam soal perpajakan karena itu hanya menyangkut kantong kanan dan kantong kiri.
Nah, berdasarkan kenyataan di atas, merger secara suka rela yang berbeda kepemilikan dapat dipastikan sulit dilakukan. Prediksinya, gelombang merger dapat dipastikan tidak akan terjadi hingga 2010 atau tahun terakhir konsolidasi. Namun, jika insentif merger diberikan, bisa jadi merger suka rela akan terjadi.
Bahkan, antar pemilik bank yang berbeda sekalipun karena insentif merger seperti perpajakan menjadi sangat merangsang pemilik bank. Namun, jika tidak diberi insentif, boleh jadi yang berlangsung adalah merger oleh satu kepemilikan seperti Bank Niaga-LippoBank dan Bank Danamon-BII.
Diperkirakan merger Bank Niaga-LippoBank akan mulus karena selain pemiliknya ingin melakukan penggabungan agar menjadi bank yang besar, keduanya juga dapat bersinergi: LippoBank kuat di pasar ritel,Bank Niaga kuat di pasar korporasi dan consumer banking.
Lippobank punya dana murah dan Bank Niaga lebih banyak dana mahalnya. Sementara merger BII-Bank Danamon diperkirakan tidak akan terjadi jika tidak ada insentif pajak. Selain karena valuasi saham antarkedua bank berbeda jauh,juga tidak banyak yang bisa disinergikan dan terkena pajak pula. Diperkirakan BII akan dilepas oleh Temasek Group karena jika dimerger paksa dengan Bank Danamon tidak akan mempunyai sinergi bisnis yang berarti.
Pasar keduanya sama dan kapabilitasnya juga hampir sama. Namun, jika keduanya benar-benar melakukan merger, perlu dipikirkan dampak terhadap karyawannya. Langkah merger selalu diikuti dengan PHK bagi karyawannya. Khususnya untuk karyawan supporting di kantor pusat. Tapi PHK karyawan bank bukan sesuatu yang ditakutkan karena selalu berakhir dengan golden handshake, salam tempel atau pesangonnya senantiasa besar jika terjadi PHK karyawan bank.
Sejalan dengan merger perlu diawasi pula tentang pengalihan aset atau penghapusan kredit, khususnya kredit-kredit yang satu grup. Merger biasanya dapat pula menimbulkan moral hazard dalam penggabungan aset-aset bank.
Untuk itu, perlu pengawasan yang lebih ketat dan kejelian Bank Indonesia. Akhirnya merger hanya akan terjadi pada bankbank yang dimiliki oleh satu grup atau satu kepemilikan. Sulit rasanya terjadi secara suka rela di antara pemilik bank yang berbeda. Jika insentif merger berupa perpajakan atau kemudahan dalam operasional bank, merger hanyalah sebuah omong besar. Itulah dilemanya sekarang. Di satu sisi BI ingin merger untuk memudahkan pengawasan dan penguatan struktur modal, di sisi lain Depkeu tidak ingin kehilangan pemasukan berupa pajak merger. Jika demikian,merger lebih mudah diomongkan di negeri yang mahal untuk urusan koordinasi ini. Atau, karena memang kebijakan konsolidasi perbankan yang diluncurkan BI ini tidak market frienly, hanya BI sendiri yang tahu tujuannya sementara bank-bank sendiri tidak tahu tujuan pentingnya.
Bahkan, konsolidasi perbankan cenderung tidak menjawab kebutuhan bank-bank sekarang ini, yang masih gemar membeli Sertifikat Bank Indonesia. (SBBI)

D. Pengaruh Mikroekonomi
Begitu dua atau lebih organisasi perbankan melakukan strategi merger maka akan terjadi perubahan tingkah laku dari perusahaan gabungan tersebut.
Dampak positip yang sering dilaporkan adalah:
1. Dimungkinkannya pertukaran cadangan cash flow secara internal antar perusahaan yang melakukan merger, sehingga bank hasil merger dapat memanage risiko likuiditas dengan lebih fleksibel.
2. Diperolehnya peningkatan modal perusahaan (biasanya CAR akan meningkat tetapi tidak terlalu cukup tinggi) dan adanya keunggulan dalam memanage biaya akibat bertambahnya skala usaha.Efisiensi perusahaan dapat dilakukan lebih lanjut, khususnya dalam efisiensi biaya provisi kredit.
3. Dicapainya keunggulan market power dalam persaingan, yang kemudian dapat memperbesar margin bunga pinjaman.
Tetapi proses merger itu sendiri dapat juga memberikan pengaruh negatif berikut ini:
• Karena proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk cepat terselesaikannya kemelut keuangan di salah satu bank peserta, maka harga penjualan sahamnya cenderung akan dinilai dibawah harga pasar yang wajar.
• Proses merger biasanya diikuti dengan peningkatan ketidakpastian pada pihak Direksi, manajer dan karyawan.
• Proses merger perbankan nasional di Indonesia biasanya diikuti dengan pengurangan jumlah pegawai dan staf kurang profesional di perusahaan perbankan hasil merger.
• Terjadinya benturan kepentingan, kondisi saling curiga dan bahkan konflik diantara para anggota komisaris dan direksi. Hal ini terjadi jika bank hasil merger tersebut dikuasai oleh lebih satu pemegang saham pengendali. Sebagian anggota komisaris dan direksi yang ada cenderung untuk berlomba mewakili kepentingan masing-masing pemilik dari bank hasil merger dengan menunjukkan prestasi kelompoknya masing-masing.
• Kegiatan merger dalam dua tahun pertama cenderung diikuti dengan strategi efisiensi; sehingga hal ini akan mengurangi semangat dan kreativitas dari sebagian pihak Direksi dan staf profesional. Jika hal ini berlanjut cukup lama maka biasanya akan diikuti dengan proses exodus para manager menengah yang profesional dan inovatif.
• Benturan budaya perusahaan tidak dapat dielakkan; sehingga tentunya perusahaan hasil merger akan mengalami penurunan dalam jangka pendek.

E. Pengaruh Makro
Di beberapa negara berkembang lainnya di dunia, strategi merger biasa digunakan untuk memperkuat dan memperluas kepemilikan Pemerintah pada industri perbankan. Alasannya pelaksanaan strategi ini agar pemerintah dapat menjalankan program pembangunan dengan dukungan lembaga perbankan yang dikendalikan.
Strategi ini ternyata tidak sepenuhnya berhasil, karena yang terjadi adalah mismanajemen dalam pengelolaan organisasi bank merger yang semakin besar, dengan laporan banyaknya kejadian kasus , penunjukan rekanan teman sendiri, inefisiensi penggunaan anggaran promosi dan anggaran pengembangan, serta diketemukannya berbagai kasus korupsi. Kasus di salah satu bank hasil merger di tanah air, membuktikan sebagian dari dugaan ini. Kurangnya pengawasan dari pihak Dewan Komisaris, yang melimpahkan kewenangan yang lebih besar pada pihak Direksi untuk memutuskan kelayakan kredit usaha pada jumlah yang besar, telah membawa akibat meningkatnya angka NPL bank tersebut.
Dampak negatif terjadi karena tidak transparannya perusahaan merger milik pemerintah yang tidak diawasi sepenuhnya oleh publik.
Pada perspektif yang lain, strategi merger dan akuisisi dipandang sebagai alat untuk memperkuat struktur kapital perbankan secara makro di lokasi operasi peserta bank merger.Tujuan ini dilaksanakan agar tercapai proses penguatan landasan keuangan perbankan nasional menuju konvergensi. Dalam kaitan ini Bank Indonesia beberapa tahun terakhir telah merubah kebijakan publiknya untuk mengundang partisipasi asing dalam proses merger bank-bank nasional di Indonesia – sehingga diharapkan akan tercapai arsitektur pengaturan kapitalisasi perbankan secara bentuk “kerucut piramida”. Kebijakan ini tentunya perlu dilakukan secara hati-hati, dan bahkan jika perlu dikaji ulang, mengingat bukti-bukti empiris yang belum mendukung sepenuhnya dugaan tersebut.
Internasionalisasi kepemilikan asing dalam arsitektur perbankan nasional memiliki potensi yang akan memberikan dampak negatip pada perekonomian nasional, mengingat beberapa potensi ancaman berikut ini:
1. Kemungkinan timbulnya kesenjangan antara proses akumulasi dana pihak ketiga dan proses penyalurannya untuk kepentingan perekonomian lokal dan nasional.
2. Kurangnya partisipasi bank asing dalam pendanaan kegiatan usaha berskala besar di tanah air, seperti pendanaan program pembangunan infrastuktur, mengingat perhitungan managemen resiko yang sangat ketat yang mereka jalankan.
3. Pada saat kondisi politik di dalam negeri menghadapi skenario kemelut dan krisis, maka cadangan bank-bank asing di Indonesia akan terjadi.
4. Bank asing akan memindahkan sementara waktu dana yang terhimpun di dalam negeri ke anak-anak perusahaan holding yang lokasinya terdekat, seperti di Singapura dan Hongkong.
5. Tingkat multiplier penyerapan tenaga kerja di bank milik asing akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan angka-angka multiplier pada perusahaan perbankan milik swasta domestik dan perusahaan BUMN.
Atas dasar kondisi tersebut dan kemungkinan rapuhnya peta politik di dalam negeri pada tahun-tahun mendatang, maka seharusnya Pemerintah meninjau kembali aturan tentang kepemilikan asing dalam industri perbankan nasional. Kebijakan membatasi porsi kepemilikan asing dalam perbankan nasional di tanah air merupakan strategi kebijakan tambahan untuk terlaksananya proses merger secara aman di Indonesia.

F. Kunci Sukses
Strategi merger dan akuisisi dapat berjalan sukses apabila memenuhi persyaratan berikut:
1. Dilakukan dengan memanfaatkan keunggulan dan menutupi kekurangan yang dimiliki oleh bank peserta biasanya menyebabkan kegagalan proses merger dan akuisisi.
2. Bank peserta perlu memiliki kemiripan budaya dan falsafah perusahaan yang tidak jauh bertolak belakang.
3. Bank peserta memiliki pimpinan perusahaan yang berdedikasi dan mampu menyelesaikan konflik-konflik secara cepat, bijak dan arif; serta tidak bersifat otoriter. Bank peserta memiliki visi dan misi yang dapat dijalankan oleh bank yang telah digabung. Lebih baik lagi jika pada masing-masing bank memiliki kemiripan fokus bisnis.
4. Proses implementasi pasca merger perlu dilakukan dengan melakukan proses harmonisasi produk dan layanan baru, pemantapan dedikasi karyawan dan pembentukan platform dan sistem prosedur yang seragam dan efisien.
Proses stabilisasi setelah merger akan memakan waktu cukup lama sekitar 2-3 tahun, dan biarkanlah proses tersebut dilakukan dengan baik dan sempurna, tanpa cepat-cepat melakukan proses divestasi lanjutan.











BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat penulis paparkan beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
1. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia memberikan pengertian atau definisi merger dengan rumusan kalimat yang hampir seragam. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menggunakan istilah “Penggabungan” sebagai pengganti terminologi “Merger”. UUPT memberikan pengertian penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
2. Akuisisi berasal dari sebuah kata dalam bahasa Inggris yaitu acquisition yang berarti pengambil alihan. Sedangkan menurut istilah Akuisisi adalah pengambil alihan seluruh atau sebagian besar saham suatu perusahaan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian perusahaan tersebut ke perusahan lain. Perusahaan yang melakukan inisiatif dan memberikan penawaran kepada perusahaan lain dalam usaha merger ataupun akuisisi tersebut disebut “Bidding Firm”. Sedangkan perusahaan yang menerima penawaran merger atau akuisisi dari perusahaan lain disebut sebagai “Target Firm”.
3. Macam-macam merger dan akuisisi
1. Merger horisontal.
2. Merger vertikal.
3. Merger konglomerat.
4. Merger ekstensi pasar.
5. Merger ekstensi produk.


DAFTAR PUSTAKA

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), Jakarta, CV Eko Jaya, Cet. Ke-1, 1998
Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis, Jakarta, Rineka Cipta, 1997
T. Hani Handoko, Manajemen, Yogyakarta, BPFE, 1994
Muhamad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman, Yogyakarta, Ekonisia, 2003
http://digilib.petra.ac.id.


Comments (0)

Posting Komentar